Saya sedang cek in di bandara di Bandung, ketika satu telepon masuk. Saat itu, saya sedang in the middle of check in process, jadi belum bisa menerima panggilan. Biasanya juga, saya jarang menerima telepon terutama dari Whatsapp, apalagi dari nomor yang baru. Tapi, feeling saya bilang ini telpon penting. Saya kemudian menelpon balik dan ternyata ada Ibu Mas di ujung telpon sana, memperkenalkan diri sebagai pengelola di Jurusan Bahasa Bali, Insitut Hindu Dharma Negeri (IHDN), Bali. Beliau ingin mengundang saya belajar bersama disana. Saya cek agenda dengan cepat dan sampaikan bahwa jadwal yang ditawarkan masih tersedia.
Kegiatan ini adalah dalam bentuk workshop, dengan penekanan pada pemanfaatan teknologi pada bidang pembelajaran bahasa Bali. Ini menjadi menarik, karena 4 tahun terakhir ini, setelah sekian lama belajar di area pembelajaran berbasis teknologi, banyak bidang-bidang ingin belajar juga dan untungnya karena teknologi bersifat terapan, ia bisa masuk kemana saja. Dengan pemahaman lebih pada literasi digital, tentunya. Saya banyak bertanya tentang situasi di lapangan agar bisa menyesuaikan dengan mereka.
Pada saat kegiatan, saya berbincang banyak mengenai konsep belajar menggunakan teknologi, dengan menekankan pada pemanfaatan efektif teknologi sebagai alat belajar, bukan sumber utama pembelajaran. Saya memberi contoh mengajar dengan teknologi dan semua peserta mengikuti proses pelatihan dengan antusias. O ya, kegiatan ini diikuti tidak saja oleh para dosen dari bidang bahasa Bali saja, namun juga oleh prodi lain terkait, seperti Agama Hindu dan PAUD, dan juga tidak di lingkup IHDN saja, namun juga oleh Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAHN) Mpu Kuturan, dari Singaraja.
Di kegiatan ini, saya berbagi tentang bagaimana menggunakan teknologi – mulai dari yang sifatnya low tech (seperti Cartoon Maker, Video Maker, atau Aplikasi sederhana) sampai high tech (seperti Virtual Reality atau Artificial Intelligence). Khusus untuk VR, kebetulan saya bersama tim Susila Lan Darma (SLD) baru selesai mengembangkan satu aplikasi berbasis VR untuk pembelajaran Bahasa Bali. Namanya Kiwa Tengen, artinya ‘Kiri Kanan’. Aplikasi ini berbasis labirin dimana siswa bermain berpasangan dan belajar praktek bahasa Bali saat membacakan petunjuk dan bermain aplikasinya. Produk ini juga saya ikutkan lomba di Diskomfis Pemprov Bali dan syukurlah bisa menjadi salah yang menerima penghargaan.
Kembali ke pelatihan, terkait penerapan dalam kegiatan ini, para peserta belajar diajak mengembangkan media dan materi pembelajaran menggunakan komik dengan mengedepankan terbukanya kelas yang membuat siswa berpikir dan belajar, sekaligus kelas yang menyenangkan. Dengan belajar dan diskusi bersama tentang bagaimana pemanfaatannya dalam pembelajaran bahasa Bali, diharapkan para peserta bisa paham dan tentu menyesuaikan dengan kondisi masing-masing. Penekanannya adalah lebih pada literasi akan teknologi bukan hanya terampil menggunakan teknologi.
Ini menjadi penting, sekaligus unik. Pemprov Bali saat ini sedang giatnya menekankan pentingnya aspek kearifan lokal – seperti budaya, agama, bahasa, adat, dan lain-lain – dari Bali untuk dilestarikan. Setiap Kamis dan hari raya Purnama, Tilem dan hari raya besar, semua pihak pegawai negeri, siswa, guru dihimbau menggunakan pakaian adat Bali. Sebagai bagian dari toleransi, yang lain diharapkan menyesuaikan. Bahasa Bali khususnya, sangat juga diminta pelestariannya. Oleh karenanya, sebagai bagian dari pelestarian dan pemertahanan bahasa daerah, kegiatan ini penting. Semoga bermanfaat ya ^^
@mhsantosa 30072019